Semen Padang Juara Piala Liga Dan Menembus Kompetisi Asia (Sejarah Semen Padang FC Part IV)
Oleh: SPFC Media, Senin, 16-11-2020

Sejarah – Meski tim PS Semen Padang (PSSP) hanya konsisten di papan tengah dalam perjalanan liga Divisi Utama Galatama, berbeda cerita dengan keikutsertaan tim di Piala Liga.

Dalam Piala Liga I sampai dengan Piala Liga Ke V, tim PSSP selalu tembus ke babak semi final. Tiga diantaranya itu tim PSSP mampu merebut posisi tempat ketiga. Uniknya, tim-tim yang mengalahkan PSSP di semi final selalu menjadi juara.

Di Piala Liga Pertama (1985), PSSP kalah dari Arseto Solo di semi final, diperebutan tempat ketiga, PSSP mampu mengandaskan Makassar Utama. Arseto Solo sendiri keluar sebagai juara setelah mengalahkan Mercu Buana Medan.

Setahun kemudian (1986), PSSP juga berada diperingkat ketiga setelah kalah menyakitkan dari Makassar Utama dengan skor 1-3. Meski diunggulkan tim PSSP harus menyerah dari lawannya. Makassar Utama sendiri tampil sebagai juara setelah mengalahkan Niat Mitra Surabaya. Pada tahun 1987, PSSP kembali lolos kebabak semi final. Namun, langkah menuju tangga juara terhenti oleh Krama Yudha yang juga berhasil meraih juara setelah mengalahkan Pelita Jaya.

Juara Piala Piala Liga

Pada edisi tahun 1988 dan 1989 PSSP sendiri gagal melaju ke semi final. Dua tahun berikutnya, 1990 dan 1991 Piala Liga ditiadakan karena tidak adanya sponsor. Barulah tahun 1992 ,edisi Piala Liga Ke-VI kembali digulirkan dan PS Semen Padang tampil sebagai Juara. Hasil ini tentunya bak setetes air bagi pecinta sepakbola Ranah Minang. Bagaimana tidak, tim PSSP berhasil juara diluar kandang dengan mengalahkan salah satu tim tangguh, Arema FC di Stadion Tambak Sari 10 November, Surabaya. Juara ini juga tidak didapatkan Nil Maizar dkk dengan mudah karena selain Arema Malang dihuni pemain-pemain hebat, juga mendapatkan dukungan penuh penonton dan suporternya dari Malang, Surabaya serta seantero Jawa Timur.

Perjalanan PSSP menuju tangga juara dimulai dari perjuangan di fase grup I. Lawan yang dihadapi PSSP adalah Aceh Putra dan Medan Jaya dengan sistem kandang dan tandang.

Laga perdana menghadapi Aceh Putra di Stadion Imam Bonjol (19/6/1992) PSSP menang dengan skor tipis 1-0 lewat gol Taufik Yunus menit ke-74. Laga kedua di stadion yang sama (21/6/1992) menghadapi Medan Jaya , PSSP menang dengan skor 2-0 lewat gol Maskur Rauf menit ke-29 dan Taufik Yunus menit ke-67.

Dipartai tandang menghadapi Medan Jaya (4/7/1992), PSSP berhasil bermain imbang 1-1 dan kalah dikandang Aceh Putra (5/7/1992) dengan skor 1-0. PSSP lolos kebabak selanjutnya dengan mengemas lima poin.

Dibabak selanjutnya, PSSP tergabung dalam grup A. Grup A sendiri terbilang berat dengan lawan yang akan dihadapi PSSP adalah Pelita Jaya dan Petrokimia Putra. Menghadapi Pelita Jaya (17/7/1992), PSSP bermain imbang 0-0 dan menang melawan Petrokimia Putra (18/7/1992) dengan skor 2-1. Hasil ini membuat PSSP lolos ke babak Semi Final sebagai juara grup dengan tiga poin.

Di partai final yang berlangsung di Stadion Tambak Sari 10 November pada tanggal (21/7/1992), PSSP sudah ditunggu oleh Arema FC. Tim tangguh peringkat ke-3 Liga Galatama. Mereka memiliki pemain-pemain seperti Kuncoro, Mecky Tata, Nanang Supriyadi maupun Singgih Pitono. Selain itu mereka mendapat dukungan penuh ribuan suporternya memenuhi sesak stadion. Berbeda dengan PSSP yang dihadiri seribuan suporter dari kantong-kantong suporter perantau seperti dari Jakarta, Bali, Surabaya, Malang dan daerah lainnya.

Meski demikian, ketahanan mental ternyata mampu membuat PSSP bertahan dan balik menyerang menguasai pertandingan. Setelah bermain imbang dan mampu menahan serangan tim Arema Malang dengan skor tanpa kaca mata dibabak pertama, dibabak kedua skuad Suhatman Imam dan Jenniwardin balik membombardir gawang Arema Malang.

Gol yang ditunggu akhirnya hadir pada menit ke-53. Mendapatkan umpan serangan balik dari Trisno Affandi, Delfi Adri membawa bola melewati beberapa pemain Arema dengan menakjubkan sebelum melepaskan tendangan keras mendatar ke gawang yang dijaga oleh Nanang Hidayat. Bola tendangan keras dari Delfi Adri sempat membentur tiang gawang kiri dan kanan Arema Malang sebelum meluncur melewati garis gawang.

Gol ini tentunya disambut suka cita dan dirayakan oleh pemain dan seluruh suporter tim. Hal ini sempat membuat pendukung Arema yang kecewa melakukan teror dengan melempar botol dan batu. Pertandingan sempat dihentikan oleh wasit asal Bengkulu, Zulkifli Chaniago dan dilanjutkan setelah suasana kondusif. Sampai akhir laga, gol semata wayang Delfi Adri tetap bertahan. Gol yang disebut sebagai gol 50 juta sebagai hadiah juara.

Bagi Delfi Adri sendiri, gol ini tentunya bernilai ganda. Selain memberikan gelar dan hadiah 50 juta rupiah, makna lain bagi Delfi lebih dari itu. “Saya sudah membuktikan bahwa saya bisa dipercaya untuk mencetak gol,” ujarnya terharu pada saat itu.

Bagaimana tidak, sebelum golnya dipartai final, Delfi Adri nyaris luput dari perhatian masyarakat dan pemberitaan media masa. Pasalnya, Delfi Adri belum mampu menunjukkan tajinya mulai dari babak penyisihan grup sampai partai final, meski berduet dengan Taufik Yunus. Dari babak penyisihan sampai semi final, Taufik Yunus lah yang selalu jadi tumpuan tim untuk mencetak gol. Termasuk dua gol Taufik Yunus kegawang Petrokimia Putra.

“Saya sebenarnya malu kepada teman-teman. Sebagai pemain depan sepanjang kejuaraan, dari babak penyisihan dipadang keberadaan saya nyaris tidak ada artinya. Saya hanya menjadi bagian dari tim tapi tidak mampu membuktikan diri sebagai penyerang yang keberadaannya akan berguna kalau mencetak gol,” sebut Delfi Adri.

“Sebelum pertandingan saya juga ditemui manager tim, Mustamir Jarwis dan pelatih Suhatman Imam. Keduanya mengkritik kenapa saya tidak mampu mencetak gol. Saya emosi pada diri saya sendiri dengan hal itu. Saya harus berbuat, tidak hanya lewat omongan, saya katakan kepada mereka saya akan cetak gol di final nanti,” tambah Delfi waktu itu.

Namun, hal inilah yang menjadi berkah untuk Delfi Adri saat final. Konsentrasi tim lawan terpusar kepada Taufik Yunus, ini membuat Delfi Adri leluasa bergerak dan mencetak gol saat final.

Berhasil juara, tim PSSP disambut meriah oleh seluruh masyarakat Sumatera Barat mulai dari kedatangan di bandara Tabing. Masyarakat ramai memadati jalan mulai dari bandara sampai ke Balai kota Padang.

Menembus Kopetisi Asia

Sukses merebut Piala Liga VI, PSSP juga mendapatkan jatah untuk tampil di Piala Winners Asia oleh PSSI. Ini menjadi kejuaraan internasional pertama yang diikuti oleh skuad Bukit Karang Putiah, Indarung. Meski beberapa kali juga melakoni laga dengan tim luar dalam turnamen, seperti Piala Marah Halim, Piala Pardede, tapi Piala Winners Asia adalah kalender tahunan Federasi Sepakbola Asia (AFC).

Menjelang menghadapi Piala Winners Asia, managemen melalukan perombakan distruktural kepelatihan dan manager. Untuk pertama kalinya dalam sejarah klub PSSP mengontrak pelatih dari luar Sumatera Barat, yaitu, Halilintar Gunawan. Manager tim diemban oleh Ir. Syafwan Arifin. Selain itu PSSP juga meminjam pemain dari PKT Bontang, Fakhri Husaini untuk menambah kekuatan tim.

Dapat bye dibabak penyisihan awal, Lawan PSSP dibabak penyisihan kedua adalah runner-up Liga Vietnam, Saigon Port klub asal Ho Chi Minh. Meski diperkuat enam pemain dari timnasnya, PSSP tidak gentar. Laga perdana dipadang, PSSP menang lewat gol tunggal dari Delfi Adri. Sedangkan dalam laga kedua dikandang Saigon, PSSP berhasil mengimbangi tuan rumah dengan skor 1-1 lewat gol Maskur Ra’uf.

PSSP lolos kebabak selanjutnya (Perempat Final) dan berjumpa jawara Jepang, Yokohama Marinos. Yokohama datang ke Padang dengan membawa mayoritas skuad mudanya. Kepercayaan diri Yokohama ini berkaca dari hasil-hasil laga mereka sebelumnya melawan tim Asia Tenggara dan Indonesia berhasil dimenangkan dengan mudah. Namun, dalam pertandingan pertama di Padang ( 22/9/1993) dengan disaksikan lebih dari 30.000 suporter, PSSP mampu meraih kemenangan 2-1 lewat dua gol dari Maskur Ra’uf pada menit ke-22 dan 60. Sedangkan gol Yokohama dicetak oleh Sotoru Noda pada menit ke-77. Hal ini membuat murka pelatih Yokohama Marinos waktu itu, Hedihiko Shimizu. “Kami masih tidak percaya tim kami kalah, kami akan balas dikandang untuk lolos ke semi final,” ujarnya waktu itu.

Bermain dikandang lawan, PSSP harus menelan pil pahit kalah telak dengan skor 11-0. Pelatih Yokohama membuktikan ucapannya membalas kekalahan. Semua pemain inti Yokohama baik dari timnas Jepang dan pemain asingnya dimainkan sejak awal.

Hasil ini tentunya menjadi pukulan telak tim PSSP. Kapten tim, Endra Mahyuni menyebutkan selain kalah dari sisi teknik mereka sebagai pemain juga harus menghadapi cuaca yang ektrim. Musim dingin yang melanda Jepang membuat pemain serasa berada dalam es. Lapangan pertandingan pun sudah dituruni salju. Para pemain PSSP pun sudah memakai baju berlapis-lapis, namun tetap tidak mengusir dingin.

“Jangankan berlari mengejar bola, bernafas secara sempurna saja kami kesulitan. Cuaca memang tidak bisa kami kalahkan, juga mengalahkan teknik pemain-pemain bintang mereka cukup sulit. Kekalahan di Padang membuat mereka panas. Kami hanya mampu bermain seperempat lapangan, sedikipun kami tidak diberi kesempatan menyerang,” ujar Endra Mahyuni.

Namun, hasil menjadi juara Piala Galatama dan menembus perempat final Piala Winners Asia ditahun 1993 dan 1993 ini merupakan prestasi yang sangat membanggakan tim PSSP sebelum memulai format liga baru “Liga Indonesia” hasil dari unifikasi liga Galatama dan Perserikatan.

Bersambung…

Sponsor Ads